.

Senin, 26 Juli 2010

“Coretan tangan Lembah Karisma”

By uun coy
at Mount Bawakaraeng

Pagi-pagi buta sekali, gemuruh pijakan kaki yang terdengar dari lantai papan rumah bergetar sampai ke telinga, cahaya sang fajar yg menyelinap melaui celah2 didinding rumah juga ikut membuat sepintas aq sadar dr tidurq, aku tahu dalam hati "yach…pagi lagi dech.." waktunya siap2 melakukan aktivitas yg sudah direncanakan semalam. Namun rasa nyaman berselimutkan sleeping bag mengantarq kembali dalam tidur tapi setengah sadar. Pijakan kaki itu smakin lama semakin besar, teriakan2 kecil khas orang maros dan bunyi alarm hp memaksaku membuka mata dan segera bangun dari tempatq.
Kopi hangat dan beberapa makanan kecil telah siap jadi santapan pagi sebelum berangkat, sebatang rokok pun tak lupa jadi pelengkapnya. Aq yang menjadi PO dalam kegiatan kali ini harus tahu kalau semuanya telah siap untuk berangkat meski tak sesuai dengan rencana semalam “yach….tak apalah ntar juga dibayar 1 set” kata si mamat. Memang sulit jadi PO apalagi yang ditemani teman2 1 angkatan, jadinya biasa ada yang tidak nurut kalau aq surui, tidak bisa lah, sebentar lah, paling itu jawabannya kalau aq suruh. Namun aku tahu harus bersikap apa kepada yang lain secara aku kan yang mengambil keputusan apabila terjadi masalah.
***
Seusai doa dan foto bersama dg.Tata Gassing kami pun berpamitan untuk melakukan perjalanan, ichal yang kutunjuk jadi leader untuk perjalanan hari ini sudah mulai mengangkat carrier diikuti oleh anak-anak yang lain. Jalan pengerasan sedikit mendaki menjadi pemanasan awal di pagi ini.
Tak kan habis mata memandang barisan pegunungan Nampak hijau di sela sela perjalanan tak jarang untuk menoleh keatas, kedua mata tertuju pada sebuah puncak tinggi diantara puncak yang lain. “Itukah??”, pertanyaan yg muncul saat aq pertama kali berada di tempat ini, tapi kali adalah kali kedua aq disini namun beda, kalau yang dulu sampai puncak terus turun lagi tapi untuk kali ini lintas ke gunung seberang ke gunung Bawakaraeng.
Ku sandarkan tubuhq pada sebuah batu besar dekat pinggir sungai sambil kulepas carrier yang kubawa, terlihat semua juga ikut seperti aku “ istirahatmi dulu” kataku sambil menyuruh fuad untuk mendata pos 1 ini. Aliran air yang cukup deras dan jernih ditambah pepohonan yang hijau berbaris dengan rapinya terkadang jadi betah berlama-lama disini menikmati indahnya ciptaan Tuhan.
***
Menapaki setapak demi setapak jalan dengan carrier yang berdiri kokoh dipundak, jalan terjal, berbatu, licin seringkali memaksa tuk merebahkan diri pada sebuah tempat yang dianggap nyaman, suasana hening, hanya suara tapakan kaki yang bergesek dengan dedaunan kering pepoonan terdengar. Sengatan Si raja siang yang tak terasa di kulit karena terbendung oleh cuaca yang dingin.
Waktu sudah menunjukkan pukul 15.30 sore, terlihat beberapa anak-anak terdiam kaku dibawah sebuah pohon tinngi, namun ada juga beberapa yang menyempatkan berpose dengan latar pemandangan yang cukup indah, sayangnya barisan pegunungan yang tertata rapi bersembunyi dibalik serombongan awan tebal yang hampir tak memberi ruang bagi kami tuk melihat lebih jauh lagi. Perjalanan pun dilanjutkan setelah kusuruh ichal untuk jalan, “target harus dicapai yaitu camp di pos 9” kataku.
Hari hampir gelap, hempasan angin kencang tak jarang menemani perjalanan kami. Menatap kejauh sana terlihat sebuah batu besar pertanda target sudah dekat, perlahan tapi pasti saat waktu menunjukkan pukul 6 kurang 7 menit sore kami pun mencapai target, spontan kuperintahkan yang lain untuk mendirikan tenda dan beberapa lainnya menyiapkan makan malam.
Deretan lampi-lampu rumah berjejer rapi Nampak jau disana, sepintas mata tertuju pada sebuah paduan cahaya yang sangat terang menyerupai bentuk persegi panjang “daerah apa itu” pertanyaan yang muncul dari sebagian anak-anak, “itu kota Makassar”, jawab K’Jo. Serentak yang lain pun menatap ke jauh sana menikmati keindahan kota Makassar dari gunung lompobattang ini. Canda tawa yang menjadi selingan diakhir penghujung malam ini ditambah Sebuah pesan singkat yang datang dari sana mengantar tidurku dalam suasana hiruk pikuk hening ditengah belantara pegunungan.
***
Seperti biasa setelah semua barang dipacking perjalanan pun dilanjutkan, nyolenk yang kutunjuk sebagai leader dalam perjalanan hari ini sudah mulai Nampak bergerak menuju sebuah batu besar jalan kea rah puncak diikuti oleh yang lain. Tak kurang dari 30 menit kami sudah mencapai tranggulasi yang artinya kami telah berda di puncak gunung ini, kami pun beristirahat sejenak dan tak lupa berpose bersama di depan tranggulasi. Secangkir kopi hangat dan cemilan ditambah sebatang rokok menjadi pelengkap keindahan pemandangan puncak gunung.
Tak cukup dari 15 menit perjalanan pun kembali dilanjutkan, melintasi jalan setapak berbatu dengan jurang sebelah kiri dan kanan menuntut konsentrasi yang tinggi agar tidak terjadi yang tidak diinginkan. Akhirnya sampailah kami pada sebuah batu besar dengan tumpahan cat orange diatasnya pertanda itu merupakan perbatasan dua daerah. Makan siang pun disempatkan untuk mengisi tenaga karena perjalanan selanjutnya akan membutuhkan tenaga yang ekstra untuk turun ke lembah.
***

bersambung...............

Senin, 26 Juli 2010

“Coretan tangan Lembah Karisma”

By uun coy
at Mount Bawakaraeng

Pagi-pagi buta sekali, gemuruh pijakan kaki yang terdengar dari lantai papan rumah bergetar sampai ke telinga, cahaya sang fajar yg menyelinap melaui celah2 didinding rumah juga ikut membuat sepintas aq sadar dr tidurq, aku tahu dalam hati "yach…pagi lagi dech.." waktunya siap2 melakukan aktivitas yg sudah direncanakan semalam. Namun rasa nyaman berselimutkan sleeping bag mengantarq kembali dalam tidur tapi setengah sadar. Pijakan kaki itu smakin lama semakin besar, teriakan2 kecil khas orang maros dan bunyi alarm hp memaksaku membuka mata dan segera bangun dari tempatq.
Kopi hangat dan beberapa makanan kecil telah siap jadi santapan pagi sebelum berangkat, sebatang rokok pun tak lupa jadi pelengkapnya. Aq yang menjadi PO dalam kegiatan kali ini harus tahu kalau semuanya telah siap untuk berangkat meski tak sesuai dengan rencana semalam “yach….tak apalah ntar juga dibayar 1 set” kata si mamat. Memang sulit jadi PO apalagi yang ditemani teman2 1 angkatan, jadinya biasa ada yang tidak nurut kalau aq surui, tidak bisa lah, sebentar lah, paling itu jawabannya kalau aq suruh. Namun aku tahu harus bersikap apa kepada yang lain secara aku kan yang mengambil keputusan apabila terjadi masalah.
***
Seusai doa dan foto bersama dg.Tata Gassing kami pun berpamitan untuk melakukan perjalanan, ichal yang kutunjuk jadi leader untuk perjalanan hari ini sudah mulai mengangkat carrier diikuti oleh anak-anak yang lain. Jalan pengerasan sedikit mendaki menjadi pemanasan awal di pagi ini.
Tak kan habis mata memandang barisan pegunungan Nampak hijau di sela sela perjalanan tak jarang untuk menoleh keatas, kedua mata tertuju pada sebuah puncak tinggi diantara puncak yang lain. “Itukah??”, pertanyaan yg muncul saat aq pertama kali berada di tempat ini, tapi kali adalah kali kedua aq disini namun beda, kalau yang dulu sampai puncak terus turun lagi tapi untuk kali ini lintas ke gunung seberang ke gunung Bawakaraeng.
Ku sandarkan tubuhq pada sebuah batu besar dekat pinggir sungai sambil kulepas carrier yang kubawa, terlihat semua juga ikut seperti aku “ istirahatmi dulu” kataku sambil menyuruh fuad untuk mendata pos 1 ini. Aliran air yang cukup deras dan jernih ditambah pepohonan yang hijau berbaris dengan rapinya terkadang jadi betah berlama-lama disini menikmati indahnya ciptaan Tuhan.
***
Menapaki setapak demi setapak jalan dengan carrier yang berdiri kokoh dipundak, jalan terjal, berbatu, licin seringkali memaksa tuk merebahkan diri pada sebuah tempat yang dianggap nyaman, suasana hening, hanya suara tapakan kaki yang bergesek dengan dedaunan kering pepoonan terdengar. Sengatan Si raja siang yang tak terasa di kulit karena terbendung oleh cuaca yang dingin.
Waktu sudah menunjukkan pukul 15.30 sore, terlihat beberapa anak-anak terdiam kaku dibawah sebuah pohon tinngi, namun ada juga beberapa yang menyempatkan berpose dengan latar pemandangan yang cukup indah, sayangnya barisan pegunungan yang tertata rapi bersembunyi dibalik serombongan awan tebal yang hampir tak memberi ruang bagi kami tuk melihat lebih jauh lagi. Perjalanan pun dilanjutkan setelah kusuruh ichal untuk jalan, “target harus dicapai yaitu camp di pos 9” kataku.
Hari hampir gelap, hempasan angin kencang tak jarang menemani perjalanan kami. Menatap kejauh sana terlihat sebuah batu besar pertanda target sudah dekat, perlahan tapi pasti saat waktu menunjukkan pukul 6 kurang 7 menit sore kami pun mencapai target, spontan kuperintahkan yang lain untuk mendirikan tenda dan beberapa lainnya menyiapkan makan malam.
Deretan lampi-lampu rumah berjejer rapi Nampak jau disana, sepintas mata tertuju pada sebuah paduan cahaya yang sangat terang menyerupai bentuk persegi panjang “daerah apa itu” pertanyaan yang muncul dari sebagian anak-anak, “itu kota Makassar”, jawab K’Jo. Serentak yang lain pun menatap ke jauh sana menikmati keindahan kota Makassar dari gunung lompobattang ini. Canda tawa yang menjadi selingan diakhir penghujung malam ini ditambah Sebuah pesan singkat yang datang dari sana mengantar tidurku dalam suasana hiruk pikuk hening ditengah belantara pegunungan.
***
Seperti biasa setelah semua barang dipacking perjalanan pun dilanjutkan, nyolenk yang kutunjuk sebagai leader dalam perjalanan hari ini sudah mulai Nampak bergerak menuju sebuah batu besar jalan kea rah puncak diikuti oleh yang lain. Tak kurang dari 30 menit kami sudah mencapai tranggulasi yang artinya kami telah berda di puncak gunung ini, kami pun beristirahat sejenak dan tak lupa berpose bersama di depan tranggulasi. Secangkir kopi hangat dan cemilan ditambah sebatang rokok menjadi pelengkap keindahan pemandangan puncak gunung.
Tak cukup dari 15 menit perjalanan pun kembali dilanjutkan, melintasi jalan setapak berbatu dengan jurang sebelah kiri dan kanan menuntut konsentrasi yang tinggi agar tidak terjadi yang tidak diinginkan. Akhirnya sampailah kami pada sebuah batu besar dengan tumpahan cat orange diatasnya pertanda itu merupakan perbatasan dua daerah. Makan siang pun disempatkan untuk mengisi tenaga karena perjalanan selanjutnya akan membutuhkan tenaga yang ekstra untuk turun ke lembah.
***

bersambung...............